Senin, 07 Agustus 2017

Supernova Menggemaskan!




Sejauh ini saya hanya pernah membahas tentang Partikel dalam blog yang lama (radareby.blogspot.com). Sekarang saya akan menuliskan pendapat atau reaksi saya setelah membaca tuntas kesemua seri Supernova. Tidak begitu penting mungkin buat pembaca, tetapi (selalunya) itung-itung tulisan ini jadi dokumentasi saya untuk tahun-tahun ke depan. Apa pun yang saya tulis di sini sesuai dengan kesepemahamanku (bueh! terlalu banyak imbuhan) atau murni menurut saya sendiri. Apabila ada yang salah paham atau keliru, mohon maaf ya. Saya merasa belum menjadi pembaca yang cukup pandai menghadapi Supernova. Gak kebayang, bagaimana kikuknya jika saya berada dalam sebuah forum diskusi bersama Komunitas Supernova, yang ada saya hanya akan menimpali seadanya dan mengangguk-angguk serius pertanda sesekali terjadi korsleting otak, yang ada di kepala saya serupa adegan acak mirip keresek-keresek tampilan tv rusak. Namun, untungnya saya belum pernah bertemu mereka, hehe.

Kenapa baru sekarang menuntaskan Supernova?
Sebenarnya saya sudah memulai membaca Supernova sejak 2014, belum lama memang apa lagi kalau diukur dari kelahiran awal KPBJ, tentunya sangat jauh. Proses memiliki ‘mereka’ terjadi secara acak, mulai dari Kesatria, Putri, & Bintang Jatuh (KPBJ); Petir; Gelombang; Partikel; Akar; lalu Intelegensi Embun Pagi (IEP). Membacanya pun juga acak; KPBJ, Petir, Akar, Partikel, lalu Gelombang. Berhenti di Gelombang (itu pun belum setengahnya selesai dan memilih berhenti total) saya sering macet membacanya. Pada saat mogok baca berulang kali itulah saya membeli IEP yang masih hangat-hangatnya ada di toko buku. Dari sudut pandang saya waktu itu, saya mempunyai keterbatasan dalam membaca Gelombang karena bahasa-bahasa asing yang banyak terdapat di sana. Agak kerepotan membaca sambil bolak-balik kamus atau bersandingan dengan Google Translate. Dan sampai batas membaca yang tak seberapa itu, saya menyimpulkan tak terlalu suka dengan ceritanya (jangan buru-buru protes).

Alasan lain yang membuat saya berhenti membaca Gelombang adalah hadirnya IEP. IEP sebagai buku akhir, penutup dari Supernova dan saya merasa belum banyak memiliki bekal untuk membacanya. Walaupun banyak yang bilang membaca Supernova tak perlu runut, langsung membaca IEP pun tak masalah. Namun, saya tidak mau, saya harus menabung informasi untuk benar-benar siap (kelihatan banget, kan, gak terlalu pintarnya). Apalagi jarak membaca setiap seri yang acak itu cukup jauh, pada saat itu saya mulai tak jelas mengingat jalan cerita KPBJ, saya harus putar balik. Membaca dengan runut. Namun, itu hanya wacana, karena tidak langsung terlaksana.

Dalam rentang waktu saya vakum membaca Supernova, banyak bacaan dari buku lain yang saya lahap. Banyak pula peristiwa atau kejadian-kejadian dalam hidup yang semakin banyak mengubah pola pikir saya. Saat itu saya tahu, sudut pandang saya ketika akan membaca Supernova (lagi) akan berubah. Persis yang Mak Suri bilang (kalau gak salah) pembaca yang melewati tahun-tahun akan memiliki sudut pandang atau pemahaman yang berbeda, seiring pertambahan usia dan informasi, jadi semakin ter-upgrade (ngomong apa sih ini? Terserahlah yang penting saya mengerti. Lanjut.)

Di tahun 2017 (lupa tepatnya bulan berapa) ini saya baru mulai membaca kembali Supernova. Dulu, ketika saya membaca KPBJ untuk pertama kalinya saya merasa sangat ‘sakit kepala’. Saya susah mengikuti arusnya, pemahaman saya tentu sangat kurang. Beda dengan tahun ini, saya lancar-lancar saja melaluinya walau tetap ada saja sandungan-sandungan pemahaman. Saya sangat bangga sekali pada kemajuan diri ini (yeaaah!). Tidak berselang lama, saya lanjut ke Akar, Petir, dan Partikel. Semua aman – dan tentu saja – saya punya banyak pemahaman baru beda dari tahun-tahun awal membaca ‘mereka’.

Gelombang. Saya sempat ragu, mengingat masa suram saya bersama dia (opo sih). Namun itu bukan apa-apa, seiring dengan semakin dewasanya saya (makin ngaco), saya sangat penasaran dengan ceritanya. Sama seperti seri sebelumnya, membaca Gelombang tidak membutuhkan waktu terlalu lama. Dan sama sekali tak terduga … ternyata … di Gelombang saya mempunyai SEDIKIT (dibaca dengan penekanan) kemiripan dengan Thomas Alfa Edison. Ini semua tentang mimpi, saya juga tidak suka mimpi – tetapi bagaimana jika itu bukan mimpi? (abaikan)

Efek Gelombang masih terbawa dalam kehidupan saya beberapa hari setelahnya. Bayang-bayang Si Jaga Portibi erat sekali di kepala, menduga-duga kehadirannya di sudut kamar yang remang sebelum saya bisa tertidur. Yang bisa menenangkan saya hanyalah “come on Eby! Kamu bukan peretas mimpi!”. Mak Suri selalu berhasil menyampaikan rasa lewat penjelasannya yang sederhana. Penjelasan kehadiran Jaga Portibi (JP, dibaca Jay Pee) sangat sederhana, hanya satu-dua kalimat, tetapi membuat saya seperti nonton adegan horor dalam hitungan jam. Efeknya luar biasa, walau akhirnya saya tahu JP sama sekali tidak jahat, dia tulpa-nya Alfa.

Bagaimana reaksi setelah membaca Intelegensi Embun Pagi?

Woooaaa …!!! (Bagaimana, cukup? Dengan itu saja sudah paham? Saya masih harus menjelaskan lagi, ya? Iyalah, biar saya ingat.)

Banyak sekali kata “woooaaa …!!!” yang saya sebut, tentunya dengan nada yang berbeda-beda sesuai kebutuhan. Bisa jadi singkat dan tegas, mengambang di ujung, tumpang tindih dengan tawa, kolaborasi teriakan, efek-efek tidak terima, imbuhan nada terkejut, dan berbagai rupa lainnya. Tak terhitung (dan tak berniat menghitung) bergelas-gelas minuman panas yang menemani sepanjang membaca IEP, apalagi air putih. Yang saya ingat, bolak-balik ke kamar mandi adalah salah satu rutinitas wajib.

Pada keping-keping awal saya menduga di IEP tidak akan ada peristiwa romantis, sibuk dengan pertemuan-pertemuan dan misi penting para peretas. Namun, semakin laju saya membaca akhirnya bukan hanya kata “woooaaa …!!!” yang ada di kamus reaksi saya, mulai muncul satu-dua “ciiieee …!!!” dan sepertinya ada beberapa jenis umpatan lain yang saya tidak ingat, hehehe.

Membaca IEP, saya memerlukan catatan. Seri yang lainnya juga, tetapi tidak seintens IEP. Saya butuh bantuan pengingat adegan dan tokoh. Karena … di IEP tokoh penting dari semua seri Supernova tumplek blek di sana. Melewati pertengahan cerita, saya mulai beradaptasi dan perlahan tidak mencatat lagi, hanya sesekali jika sangat perlu. Agak mumet dengan tumpang tindih hubungan para tokoh – yang ternyata – saling berkaitan itu. Dua tokoh yang awalnya saya lupa mereka siapa, Simon Hardiman dan Kastunut. Begitu paham, langsung teriak “woooaaa …!!!” lagi.


Kesemrawutan catatan IEP

Layaknya sebuah penutup, banyak sekali kejutan di IEP. Jika saya menyimpulkan tentang reaksi membaca IEP, dua kata ini sangat mewakili; merinding … dan gemas! Setiap ada yang mulai tersibak kejelasannya, tubuh saya merinding, saya rem mendadak untuk berhenti membaca diikuti dengan memejamkan mata kuat-kuat sambil memeluk badan dengan tak kalah kuatnya, setidaknya itu berhasil menghilangkan kemerindingan (bueh!) dengan lebih cepat. Lebay, ya? Gak, ah (suka-suka saya).

Beberapa hari yang lalu Mak Suri mengabarkan bahwa dia memuat tulisan di blognya tentang adegan IEP yang dihilangkan. Saya belum baca. Katanya, di dalamnya ada tentang Nicky Evans the lollipop girl, selain itu, saya berharap di sana ada pembahasan tentang Koso. Dengan banyaknya tokoh di IEP, saya kira Koso ada hubungannya dengan mereka, entah infiltran, sarvara, atau umbra. Namun, ternyata dia tidak ada. Saya merasa ganjil, tokoh semencuat dia di Partikel kok enggak diangkat lagi.

Akan tetapi bukan berarti saya sok pintar. Tentunya masih SANGAT banyak istilah-istilah yang saya tidak mengerti, jalan cerita fantasi yang abstrak, dan segala kehidupan ‘mereka’ masih cukup memusingkan. Dengan lumayan lancarnya saya membaca Supernova, bukan berarti saya sepenuhnya paham bahasa Inggris, saya hanya lebih bisa memahami sebisa saya tanpa blank lagi, walau pasti ada banyak yang keliru atau tak terdeteksi, saya lanjut-lanjut saja. Saya menunggu beberapa tahun lagi (mungkin 5 tahun) untuk membaca kembali Supernova. Saya berharap bisa menemukan pemahaman baru. Ditunggu, ya .…

Oya, di IEP ada beberapa yang menjadi pasangan/kelompok. Trio kwek kwek; Kell, Liong, dan Kas. Trio sarvara; Sati, Simon, dan Togu. The chen-doll team; Bodhi dan Kell. Sementara pasangan kasmaran ada dua, Gio & Zarah, juga Mpret & Elektra. Beberapa kali saya berteriak “ciiieee ...!!!” dengan sangat khidmat, muka rasanya memerah, plus cengengesan kayak menangkap basah sejoli yang lagi kencan, sambil menunjuk-nunjuk (yang ditunjuk buku). Dari beberapa tahun yang lalu saya membaca Petir, saya jatuh cinta pada Mpret (saya lebih suka sebutan itu daripada Toni). Jatuh cinta pada caranya jatuh cinta, dan tentu juga pada sosoknya. Sama dengan yang Mak Suri bilang, Mpret adalah manusia yang sangat berguna sebagai sahabat dalam kehidupan ini, sosoknya itu lo … woooaaa …!!! Enggak bisa berkata-kata. Dari dua pasang kasmaran, sudah tentu saya lebih menyukai Mpret dan Elektra. *prok prok prok*

Salah satu hal yang membuat saya suka dengan tulisan Mak Suri adalah beliau pandai menyampaikan rasa pada pembaca dengan cara yang sederhana. Tidak seperti cerita dari penulis lain (maaf) yang begitu ‘banting tulang’ untuk mendeskripsikan rasa sakitnya patah hati, atau betapa memabukkannya jatuh cinta. Mamak mendesain itu dengan sederhana dan mudah dicerna yang rasanya sampai ke tulang-tulang.

Love you, Mak .…

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo