“Ayo. Bisa.”
Kita hanya butuh kata-kata tepat, bukan kutipan
bijak,
bukan kalimat dari motivator hebat.
—Eby Tabita
Ini kisah yang panjang—walau sudah banyak cerita di-skip. Silakan tarik napas dulu.
...
Di sebuah malam Jumat Kliwon (Kamis malam), saya dan Pe (baca: Pi) berkendara dengan sepeda motor pinjaman seperti biasa. Malam itu, elpiji di indekos habis, jadi kami pergi membelinya. Sekalian ke rumah temannya Pe, lalu “mampir” beli kebab.
Perjalanan lancar seperti biasa. Di perjalanan pulang, sampailah kami di area roller coaster—sebutan kami untuk jalan itu. Seperti wahana roller coaster, medan jalan itu naik turun. Kami hampir selalu berseru-seru sambil mengebut kalau lewat di sana, seolah-olah sedang menikmati roller coaster benaran.
Kondisi jalan di sana cukup gelap, hanya ada lampu remang-remang dari beberapa bangunan di sekitarnya. Sepi juga, tidak banyak kendaraan yang lewat karena memang bukan jalan raya. Hanya jalan kecil yang muat maksimal dua mobil bersisian. Lokasinya dekat dengan indekos.
Malam itu, Pe mengendarai motor seperti biasa saat melewati area roller coaster. Namun, siapa sangka, terjadilah insiden nahas itu. Kami tidak ada yang bisa melihat serakan pasir di tengah jalan—yang terbawa air hujan sore harinya—karena jalan itu cukup gelap. Ban motor tergelincir. Kami terjatuh dengan hebat. Kecelakaan tunggal.