Saya bukan orang yang memiliki banyak teman. Sejak TK sampai selesai kuliah saya memang memiliki teman, tetapi sangat sedikit, sungguh-sungguh sedikit. Mungkin karena memang saya orangnya sulit untuk akrab dengan orang lain. Untuk itu saya mengotak-ngotakkan hubungan pertemanan di hidup saya. Ada sahabat, kawan, dan teman. Apakah menurutmu itu jahat?
Mungkin
menurutmu harusnya saya menganggap semua orang sebagai sahabat. Benar begitu?
Itu, kan, menurutmu. Sampai saat ini saya masih tetap dengan pembagian tiga jenis
hubungan pertemanan itu. Sahabat saya ada dua orang. Kawan saya adalah
orang-orang yang akrab dengan saya, entah karena murni berteman atau karena
berkaitan dengan pekerjaan di dunia seni/sastra, dll. Dan teman, adalah
orang-orang yang selintas kenal, sebatas kenal, hanya kenal, atau bahkan hanya
sekadar tahu.
Saya juga adalah
tipe yang mudah lupa dengan orang lain. Mungkin karena sebenarnya saya itu pribadi
yang cuek dengan orang lain. Kebanyakan fenomenanya adalah saya tidak mengenal
banyak teman seangkatan, tetapi banyak yang tahu saya. Saya tidak kenal mereka,
tetapi mereka kenal saya. Mereka tahu nama saya, tetapi saya tidak tahu nama
mereka.
Kalau saya ke
pasar sering kali berpapasan dengan seseorang yang wajahnya tidak asing, tetapi
saya tidak tahu siapa namanya. Bahkan saya perlu waktu berpikir apakah dia
teman SMP atau SMA atau teman dari tempat lain? Hal yang bisa saya lakukan
biasanya hanya tersenyum saja, karena saya benar-benar lupa atau bahkan mungkin
sebenarnya dari dulu saya tidak pernah tahu namanya.
Beberapa hari
yang lalu saya mengalami kejadian yang sangat mengharukan. Sebuah kehangatan
dalam pertemanan. Waktu itu, saya bersama seorang sahabat sedang melakukan hari
pertama keliling Muna. Dan saat itu kami pergi ke pantai yang paling dekat
jaraknya dari rumah. Seperti banyak tempat-tempat wisata, ada portal
pemberhentian untuk membayar karcis masuk.
Ketika motor
kami sampai di sana, ada dua orang pemuda yang menghentikan kami sambil membawa
karcis. Kebetulan waktu itu sahabat saya yang membonceng, ketika dia hendak
bertanya berapa biaya masuknya, tiba-tiba ada suara dari arah gerombolan pemuda
lain yang duduk di pinggir portal―mereka sama-sama bertugas menjaga pintu
masuk.
“Kasih masuk
saja itu, kasih lewat saja, temanku itu!” serunya. Pada detik itu yang
terpikirkan di kepala saya adalah mungkin orang itu hanya iseng, menjahili, dan
hanya sekadar bercanda―itu juga yang dipikirkan sahabat saya. Karena memang
begitu fenomena laki-laki di sini―tidak tahu kalau di daerahmu.
Sampai kemudian
saya menoleh ke orang yang berbicara tadi dan … saya mengenali wajahnya! Dia
memang teman saya, tepatnya teman SMP. Sahabat saya tidak mengenalinya karena
kami beda sekolah saat SMP.
“Serius ini nda
apa-apa?” tanya saya padanya.
“Lewat mi,” ujarnya sambil membuat gerakan
mempersilakan dengan salah satu tangannya. Dua pemuda yang pegang karcis itu
lalu menyingkir.
“Makasi nah …” dengan bahagia saya tersenyum. Yang menjawab ucapan terima
kasih saya bukan hanya dia saja, tetapi kami juga dapat seruan yang pertanda
mengiakan dari banyak di antara mereka.
Saya bahagia
sekali. Karcis masuk ke tempat wisata di sini hanya kisaran lima ribu sampai
sepuluh ribu per motor. Namun, hal sederhana yang dilakukan teman saya tadi
sungguh berarti. Saya benar-benar terharu. Entah sudah berapa tahun kami tidak
pernah bersua. Hubungan pertemanan saya dengan dia dulu bisa dibilang biasa
saja. Kenal, akrab, tetapi biasa saja. Dia bukan termasuk teman main saya.
Setelah lulus, kami lalu mengembara masing-masing, tidak pernah bertemu lagi.
Dan … di hari
itu, dia masih mengenali wajah saya. Kebaikannya karena menganggap saya teman
sungguh sederhana dan istimewa. Padahal, dia bisa saja cuek atas kedatangan
saya, toh saya awalnya tidak melihat keberadaan dia. Namun, dia melakukannya.
Jadi, untuk
kamu, temanku, jika suatu saat nanti―yang entah ada keajaiban dunia macam apa―kamu
bisa menemukan blog ini dan membaca tulisan ini, saya ingin kembali
menyampaikan ucapkan terima kasih. Teruslah menebar kebaikan-kebaikan, semoga
kamu selalu berbahagia.
Apa yang kamu
lakukan kembali mengingatkan saya untuk terus memberi kebaikan sekecil apa pun
itu, pada siapa pun itu. Bahwa pertemanan sesederhana apa pun bisa membuat kita
bahagia. Siapa yang tahu, jika suatu saat nanti hadir teman-tak-terduga ketika
kita benar-benar membutuhkan pertolongan? Karena biasanya yang hadir di
saat-saat seperti itu justru bukan orang yang dekat dengan kita. :)
0 komentar:
Posting Komentar