Kamis, 28 Juni 2018

Sederhana tetapi Hangat


Saya bukan orang yang memiliki banyak teman. Sejak TK sampai selesai kuliah saya memang memiliki teman, tetapi sangat sedikit, sungguh-sungguh sedikit. Mungkin karena memang saya orangnya sulit untuk akrab dengan orang lain. Untuk itu saya mengotak-ngotakkan hubungan pertemanan di hidup saya. Ada sahabat, kawan, dan teman. Apakah menurutmu itu jahat?

Mungkin menurutmu harusnya saya menganggap semua orang sebagai sahabat. Benar begitu? Itu, kan, menurutmu. Sampai saat ini saya masih tetap dengan pembagian tiga jenis hubungan pertemanan itu. Sahabat saya ada dua orang. Kawan saya adalah orang-orang yang akrab dengan saya, entah karena murni berteman atau karena berkaitan dengan pekerjaan di dunia seni/sastra, dll. Dan teman, adalah orang-orang yang selintas kenal, sebatas kenal, hanya kenal, atau bahkan hanya sekadar tahu.

Saya juga adalah tipe yang mudah lupa dengan orang lain. Mungkin karena sebenarnya saya itu pribadi yang cuek dengan orang lain. Kebanyakan fenomenanya adalah saya tidak mengenal banyak teman seangkatan, tetapi banyak yang tahu saya. Saya tidak kenal mereka, tetapi mereka kenal saya. Mereka tahu nama saya, tetapi saya tidak tahu nama mereka.

Kalau saya ke pasar sering kali berpapasan dengan seseorang yang wajahnya tidak asing, tetapi saya tidak tahu siapa namanya. Bahkan saya perlu waktu berpikir apakah dia teman SMP atau SMA atau teman dari tempat lain? Hal yang bisa saya lakukan biasanya hanya tersenyum saja, karena saya benar-benar lupa atau bahkan mungkin sebenarnya dari dulu saya tidak pernah tahu namanya.

Beberapa hari yang lalu saya mengalami kejadian yang sangat mengharukan. Sebuah kehangatan dalam pertemanan. Waktu itu, saya bersama seorang sahabat sedang melakukan hari pertama keliling Muna. Dan saat itu kami pergi ke pantai yang paling dekat jaraknya dari rumah. Seperti banyak tempat-tempat wisata, ada portal pemberhentian untuk membayar karcis masuk.

Ketika motor kami sampai di sana, ada dua orang pemuda yang menghentikan kami sambil membawa karcis. Kebetulan waktu itu sahabat saya yang membonceng, ketika dia hendak bertanya berapa biaya masuknya, tiba-tiba ada suara dari arah gerombolan pemuda lain yang duduk di pinggir portal―mereka sama-sama bertugas menjaga pintu masuk.

“Kasih masuk saja itu, kasih lewat saja, temanku itu!” serunya. Pada detik itu yang terpikirkan di kepala saya adalah mungkin orang itu hanya iseng, menjahili, dan hanya sekadar bercanda―itu juga yang dipikirkan sahabat saya. Karena memang begitu fenomena laki-laki di sini―tidak tahu kalau di daerahmu.

Sampai kemudian saya menoleh ke orang yang berbicara tadi dan … saya mengenali wajahnya! Dia memang teman saya, tepatnya teman SMP. Sahabat saya tidak mengenalinya karena kami beda sekolah saat SMP.

“Serius ini nda apa-apa?” tanya saya padanya.

“Lewat mi,” ujarnya sambil membuat gerakan mempersilakan dengan salah satu tangannya. Dua pemuda yang pegang karcis itu lalu menyingkir.

Makasi nah …” dengan bahagia saya tersenyum. Yang menjawab ucapan terima kasih saya bukan hanya dia saja, tetapi kami juga dapat seruan yang pertanda mengiakan dari banyak di antara mereka.

Saya bahagia sekali. Karcis masuk ke tempat wisata di sini hanya kisaran lima ribu sampai sepuluh ribu per motor. Namun, hal sederhana yang dilakukan teman saya tadi sungguh berarti. Saya benar-benar terharu. Entah sudah berapa tahun kami tidak pernah bersua. Hubungan pertemanan saya dengan dia dulu bisa dibilang biasa saja. Kenal, akrab, tetapi biasa saja. Dia bukan termasuk teman main saya. Setelah lulus, kami lalu mengembara masing-masing, tidak pernah bertemu lagi.

Dan … di hari itu, dia masih mengenali wajah saya. Kebaikannya karena menganggap saya teman sungguh sederhana dan istimewa. Padahal, dia bisa saja cuek atas kedatangan saya, toh saya awalnya tidak melihat keberadaan dia. Namun, dia melakukannya.

Jadi, untuk kamu, temanku, jika suatu saat nanti―yang entah ada keajaiban dunia macam apa―kamu bisa menemukan blog ini dan membaca tulisan ini, saya ingin kembali menyampaikan ucapkan terima kasih. Teruslah menebar kebaikan-kebaikan, semoga kamu selalu berbahagia.

Apa yang kamu lakukan kembali mengingatkan saya untuk terus memberi kebaikan sekecil apa pun itu, pada siapa pun itu. Bahwa pertemanan sesederhana apa pun bisa membuat kita bahagia. Siapa yang tahu, jika suatu saat nanti hadir teman-tak-terduga ketika kita benar-benar membutuhkan pertolongan? Karena biasanya yang hadir di saat-saat seperti itu justru bukan orang yang dekat dengan kita. :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo