Selasa, 29 Desember 2020

Tentang Menekuk Lutut dan Lainnya

“Ayo. Bisa.”
Kita hanya butuh kata-kata tepat, bukan kutipan bijak,
bukan kalimat dari motivator hebat.
—Eby Tabita

 

Ini kisah yang panjang—walau sudah banyak cerita di-skip. Silakan tarik napas dulu.

...

Di sebuah malam Jumat Kliwon (Kamis malam), saya dan Pe (baca: Pi) berkendara dengan sepeda motor pinjaman seperti biasa. Malam itu, elpiji di indekos habis, jadi kami pergi membelinya. Sekalian ke rumah temannya Pe, lalu “mampir” beli kebab.

Perjalanan lancar seperti biasa. Di perjalanan pulang, sampailah kami di area roller coaster—sebutan kami untuk jalan itu. Seperti wahana roller coaster, medan jalan itu naik turun. Kami hampir selalu berseru-seru sambil mengebut kalau lewat di sana, seolah-olah sedang menikmati roller coaster benaran.

Kondisi jalan di sana cukup gelap, hanya ada lampu remang-remang dari beberapa bangunan di sekitarnya. Sepi juga, tidak banyak kendaraan yang lewat karena memang bukan jalan raya. Hanya jalan kecil yang muat maksimal dua mobil bersisian. Lokasinya dekat dengan indekos.

Malam itu, Pe mengendarai motor seperti biasa saat melewati area roller coaster. Namun, siapa sangka, terjadilah insiden nahas itu. Kami tidak ada yang bisa melihat serakan pasir di tengah jalan—yang terbawa air hujan sore harinya—karena jalan itu cukup gelap. Ban motor tergelincir. Kami terjatuh dengan hebat. Kecelakaan tunggal.

Senin, 08 Juni 2020

Mungkin Dia Peri

Sumber: YouTube Li Ziqi

Namanya Li Ziqi (YouTube: Liziqi) dan mungkin dia adalah peri. Saya—dan jutaan orang lain—sungguh terpesona dengan sosoknya. Konten di channel YouTube-nya adalah vlog persiapan makanan dan kehidupan pedesaan.

Total hingga hari ini 8 Juni 2020, ada 108 video di channel-nya dan sudah saya tonton semua. Durasinya singkat dan nyaman (ha?), sekitar 3-20 menit, kebanyakan 3-10 menit, belakangan saja durasinya lebih panjang. Di dua video terakhir masing-masing berdurasi 19.05 dan 17.24.

Kenapa “peri”?

Selasa, 02 Juni 2020

Namanya Lusi


Namanya Lusi

Waktu itu, saya sedang berkuliah di Kendari (lupa tahun berapa). Pada suatu libur semester, saya pulang ke rumah orang tua. Saat itulah Adik memberikan sebuah boneka mungil ke saya. Tentu saya heran, Adik punya boneka, dari mana? Katanya, boneka itu dia temukan di suatu tempat*.

Saya geleng-geleng kepala. Oke, boneka temuan itu jadi milik saya lalu saya bawa ke Kendari. Awalnya semua baik-baik saja. Boneka mungil itu bertempat di kasur dan sering kali terabaikan eksistensinya karena ukurannya yang terlalu kecil. Sampai kemudian di suatu malam, saya sedang sendirian di kamar indekos, dikejutkan dengan bunyi aneh yang datang dari arah boneka itu. Bayangkan, malam hari sendirian di sebuah kamar yang tenang, sebuah suara aneh tiba-tiba mengejutkanmu!
 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo