“
... Kalau kita bekerja keras setiap hari, dan kita mencintai yang kita lakukan,
kita
akan jauh dari kelelahan, karena bekerja dengan pikiran senang.
Yang
membuat lelah bukan kerja, tapi stres ....”
(Potongan
rangkaian tweet oleh @noffret. Tahu
siapa dia? :p)
Jadi, beberapa hari yang
lalu saya (akhirnya) punya waktu untuk menyendiri. Diawali dengan jadwal
bertemu dengan salah seorang kawan, di akhir pertemuan kami ke minimarket. Yang punya perlu itu saya,
belanja aneka snack dan air mineral
tentunya. Lalu kawan saya―yang juga penulis itu―berceletuk, “Ah, pasti buat
teman baca buku atau nulis.” Dan saya mengiakan. Tujuan saya memang itu.
“Aneh, kan, rasanya kalau
gak ada yang bisa dicemilin.” Saya tidak bertanya, lebih ke membutuhkan
pembenaran. Dia mengangguk.
“Asal punya duit aja,”
ujarnya, lalu kita terkekeh bareng.
Lalu setelah kami berpisah,
saya benar-benar menyendiri di penginapan, sampai hari setelahnya. Saya
benar-benar menikmatinya, sangat-sangat bersyukur. Saya bisa memanjakan diri*
dan fokus bekerja.
Ada buku bacaan yang saya
bawa, tetapi tak tersentuh karena pekerjaan sedang cukup banyak jadi saya harus
mengerjakannya. Saya begitu fokus, benar-benar fokus. Seluruh perhatian
terpusat pada layar laptop dan HP―bukan untuk membuka media sosial, tetapi memang
perlu menggunakan HP juga demi kelancaran.
Saya begitu serius dan
sungguh menikmatinya. Bekerja yang begitu menyenangkan, tanpa ada gangguan, di
sebuah kamar yang nyaman, suasana sekitar yang tenang. Klop sekali. Apa kabar
camilan? Saya lupa! Saya lupa untuk menyentuhnya. Saya hanya ingat bahwa saya
haus, dan ketika melirik ke nakas, saya menyadari dua hal. Pertama, ternyata
cemilan masih utuh tak tersentuh―dan tidak terlalu berminat. Kedua, seharusnya
saya sudah mengonsumsi air putih yang jauh lebih banyak dari sekarang ini.
Lalu saya mengangguk-angguk.
Saya teringat dengan rangkain tweet
di atas. Ya, benar, ketika kita begitu mencintai pekerjaan dan melakukannya
dengan sungguh-sungguh, kita enggak akan merasa lelah. Lelah itu hadir semata
bukan perihal pekerjaannya, tetapi karena stres. Ya, terkadang sulit dibedakan
memang.
Saya lalu minum
banyak-banyak, khawatir nanti lupa lagi. Rasa lapar? Entah saya tidak begitu
merasakannya―atau lebih tepatnya lupa. Ketika perut benar-benar sudah melilit
baru saya menyerah. “Oke, saya perlu makan,” gumam saya.
“Ya!” Saya berjengit kaget
dan spontan berseru ketika ada yang mengetuk pintu. Suara ketukan itulah yang selalu
sukses membawa saya kembali ke ‘alam nyata’. Ah, ternyata ada seseorang yang
mengantarkan snack sebagai salah satu
paket layanan di penginapan ini. Well,
saya tentu senang sekali. Saya menerimanya, menaruh di nakas, mengunci pintu
lagi, lalu kembali memelototi laptop. Snack
dan teh hangat yang menggiurkan itu hanya jadi pajangan.
Apa kabar snack yang sudah saya beli sendiri?
Sampai keesokan harinya masih ada!
Apa yang bisa disimpulkan
dari kejadian ini?
‘Teori’ tentang membaca,
menulis, atau bekerja wajib ada camilan, rasanya mulai kurang tepat. Karena ketika
mencintai suatu pekerjaan dan pikiran sudah terfokus, maka saya―atau kita―akan
mengerjakannya dengan penuh cinta, dengan ketulusan. Dan saya terkejut-kejut
menyadari waktu-waktu yang rasanya begitu cepat berlalu.
Tentu ini bukan pertama
kalinya terjadi. Saya pernah bercerita di tulisan lain tentang bagaimana saya melupakan kopi yang sudah saya seduh ketika
asyik membaca buku. Sambil menepuk jidat saya berseru, “Ah, ternyata tadi saya
bikin kopi!” Lalu menyesal karena sudah dingin, padahal niatnya buat teman
membaca.
Saya benar-benar telah
mengalami kejadian ajaib seperti itu. Saya sungguh merasa takjub dan ingin
terus mengulanginya. Rasanya menyenangkan, tidak melelahkan.
Bagaimana denganmu?
Apa pekerjaanmu?
Apa kau mencintainya? Atau
justru senang ketika libur kerja?
...
...
“... Latihan 'mencintai pekerjaan' itu kini benar-benar bermanfaat bagiku. Sekarang aku memang bekerja di rumahku sendiri, dan bebas mau kerja kapan pun, bahkan bebas mau kerja atau tidak. Dan aku tetap bekerja keras, meski tidak ada yang mengawasi ... karena aku mencintai pekerjaanku.”
(@noffret)
0 komentar:
Posting Komentar