“Penciuman
adalah jendela pertama
manusia
mengenal dunia.
Dunia
ini sesungguhnya dunia aroma.”
―Aroma Karsa, Dee Lestari
Hari itu saya
bangun kesiangan. Bersiap dan mandi dengan terburu-buru. Perjalanan ke Kota Itu
akan menghabiskan waktu berjam-jam, dan saya bertekad untuk tidak terlambat
sampai Beruntung, saya memang tidak terlambat. Tiba tepat pada saat registrasi
dibuka. Sebagai ‘pelanggan penuh’ yang bergabung di Digital Tribe dan memegang
Priority Pass, saya termasuk yang masuk duluan ke ruang acara. Senang iya,
bangga iya.
![]() |
Priority Pass punya saya. Uyeah! |
Ketika masuk,
otomatis kami duduk berombongan sesama Digital Tribe dan paling depan. Kita
langsung heboh. Saling berkenalan dan menanyakan asal daerah. Maklum, biasanya
kita hanya bersua di grup Facebook saja.
![]() |
Nah, ini kami (sebagian kecil) dari Digital Tribe |
Begitu acara
dimulai … saya tidak bisa menggambarkan perasaan itu. Penulis idola saya ada di
hadapan. Dirinya terlihat langsung oleh mata, suaranya terdengar langsung di
telinga. Haru dan gugup, membuat hasil video yang saya rekam jadi
bergetar-getar. Ketahuilah, bahwa saat itu saya sedang berjuang untuk meredakan
sesenggukan, menahan agar air mata tidak berlinang, sambil menggigit-gigit
bibir.
Kami (Digital
Tribe) juga diberikan kesempatan untuk foto bareng. Saat itu pertama kali saya
bersalaman dengan Dee Lestari dan Reza Gunawan (sebagai suami dan produser).
Pada saat sesi bincang-bincang, beberapa kali Digital Tribe disebut-sebut untuk
menunjukkan diri. Dengan semarak membahana kami berseru dan bertepuk tangan. Di
saat-saat seperti itulah saya jadi manusia yang heboh. Dan saya selalu tertawa
geli saat mengingat diriku saat itu. Mungkin karena faktor tidak ada satu pun
yang mengenaliku plus emosi yang sedang memuncak karena bahagia.
Ya, saya jadi
manusia yang heboh, dalam tertawa, berseru, dan tepuk tangan. Namun tetap saja,
heboh yang terkontrol. Karena saya tetap tidak ingin menonjol. Saya tetap saya.
Tidak ingin terlihat, tidak ingin mengambil perhatian. Maka saya
menyesuaikan seruan-seruan saya dengan
yang lainnya.
Sesi tanda
tangan, menjadi bagian paling mendebarkan. Saat itu saya kembali berjabat
tangan, duduk bersebelahan, dan ‘sedikit’ ngobrol. Ya, sedikit. Kalimat yang
sudah saya siapkan menguap begitu saja. Saya seperti orang linglung, enggak
tahu mau ngomong apa. Tapi saya tetap bersyukur.
Setelah acara
selesai, saya kembali linglung. Hendak ke mana kemudian? Memang sih, saya pasti
akan ke Gramedia terdekat karena ada sepupu yang pesan buku. Tapi setelahnya? Saya
berdiri lama di depan gedung itu. Sampai akhirnya memutuskan untuk segera ke
toko buku saja dulu. Tempat berikutnya bisa dipikir nanti.
Saya tidak
menghabiskan banyak waktu di Gramedia karena kepala saya sakit, mungkin karena
euforia yang berlebihan tadi. Begitu mendapatkan buku yang saya cari, saya
segera membayar dan keluar. Di depan toko buku, saya terduduk lama, bingung,
dilema. Masak cuma begini saja? batin
saya waktu itu. Maklum, jauh-jauh ke kota itu masak hanya sampai di situ saja
jalan-jalan saya? Kok kayaknya kurang ‘sesuatu’? Saya ke sini sendirian,
seandainya ada teman, tentunya lebih tenang karena ada yang diajak diskusi.
Saya sempat juga
berjalan-jalan sebentar di trotoar, tapi tidak jauh-jauh dari Gramedia―karena
menghemat tenaga―sambil terus berpikir. Kemudian saya memutuskan untuk
berkunjung ke museum saja karena memang di kota ini jumlah museum sampai
belasan. Saya hanya bisa mengunjungi tiga musem saja. Oleh ibu-ibu GO-JEK bahkan
ditanya, “Mbaknya lagi tour museum,
ya? Tapi kok sendiri?”
Oh ya, ibu itu
juga mengajak ngobrol banyak di perjalanan. Dan pertanyaan paling mencengangkan
adalah “Bagaimana sih caranya biar bisa punya bakat kayak Mbak, gitu? Kok
orang-orang itu bisa pintar?”
“A … ah …, hah?”
Terbata-bata dan linglung saya meresponsnya. Sampai di situ saja, percakapan
berikutnya sangat panjang. Saya tidak sanggup mengetikkannya.
Nah, saya
membatasi sampai tiga museum saja. Karena pertama, saya belum makan nasi sejak
pagi. Kedua, hari sudah sore, kalau dihitung-hitung waktu perjalanan pulang,
saya akan tiba malam hari. Jadi ya pulang saja.
Well
… seperti itulah perjalanan saya di Kota Itu. Sebenarnya sudah yang ketiga kali
saya ke sana. Tapi ini baru pertama kali saya pergi sendiri. Awesome!
PS: sayang banget nggak foto bareng Bapak Produser, hehehe.
![]() |
Bareng Ibu Suri :) |
0 komentar:
Posting Komentar