“Aku sungguh
ingin jadi orang yang biasa-biasa saja.”
“Huh?” Seorang
bocah yang duduk jongkok di sampingnya tampak terkejut dengan omongan mendadak
itu.
“Pasti nyaman.”
“Jadi orang yang
biasa-biasa saja?” tanyanya.
“Ya. Jadi orang
yang biasa-biasa saja.”
“Kalau aku orang
yang biasa-biasa saja, orang lain tidak perlu heran ketika aku tidak tahu
sesuatu. Aku tidak perlu harus melakukan ini-itu untuk tetap bisa berada dalam
suatu golongan. Tidak ada tuntutan untuk harus bisa atau harus mengerti tentang
apa-apa. Karena aku orang yang biasa-biasa saja.”
“Hmmm ….” Si
bocah manggut-manggut.
“Menjalani
hari-hari yang biasa. Bertemu orang-orang biasa. Bercakap-cakap biasa.”
“Jadi, ‘biasa’
yang kamu maksud itu … ukurannya apa?” Si bocah meraih ranting kecil di
belakang bokongnya.
“Biasa … yang
membebaskan. Dibandingkan diriku yang sekarang, banyak orang mendeskripsikan
aku sebagai kenari, sehingga mereka menganggap aku menguasai hal-hal yang berkaitan
dengan kenari. Sementara ….”
“Sementara?” Si
bocah mulai menarik garis di tanah, berbentuk kepala ayam.
“Sementara aku
tak tahu banyak tentang kenari. Jadi, ketika mereka menyadari bahwa aku tidak
paham apa-apa tentang kenari, mereka merasa kecewa dan heran, tidak percaya.”
Orang yang berbicara merapikan posisi jongkoknya karena kaki mulai kesemutan.
“Mereka telah
melabelimu kenari dan kau risi? Kewalahan? Keberatan? Apa kata yang tepat?”
“Apa pun itu.”
“Lalu?” Bocah
itu mulai sampai pada bagian sayap ayam, tetapi dengan cepat dihapus.
“Aku sungguh
ingin jadi orang yang biasa-biasa saja. Ketika aku tidak tahu tentang kesemek,
tentang salak, tentang jambu, tentang mangga … masyarakat tidak akan heran dan
menatap sedih ke diriku, mereka akan maklum … karena aku orang yang biasa-biasa
saja.”
“Itu keinginan
terbesarmu?” Sayap ayam sudah jadi, si bocah mengamati, hendak menghapus lagi,
tetapi tidak jadi.
“Ya. Aku ingin
hidupku tidak terjadi apa-apa.
Begini saja. Cukup.”
“Bukankah itu
membosankan, eh?”
“Tidak. Jika
kamu paham maksudku.”
“Ya … baiklah …”
si bocah mengerutkan kening lalu menoleh, “makanya kamu sekarang jadi hantu?”
“Hei! Itu mereka
yang menyebutkan. Bukan aku.”
Si bocah
terkikik sambil menyelesaikan gambar ayamnya.
0 komentar:
Posting Komentar