Selasa, 10 Juli 2018

Ingin Jadi Orang Biasa-Biasa Saja



“Aku sungguh ingin jadi orang yang biasa-biasa saja.”

“Huh?” Seorang bocah yang duduk jongkok di sampingnya tampak terkejut dengan omongan mendadak itu.

“Pasti nyaman.”

“Jadi orang yang biasa-biasa saja?” tanyanya.

“Ya. Jadi orang yang biasa-biasa saja.”

“Seperti apa?”

“Kalau aku orang yang biasa-biasa saja, orang lain tidak perlu heran ketika aku tidak tahu sesuatu. Aku tidak perlu harus melakukan ini-itu untuk tetap bisa berada dalam suatu golongan. Tidak ada tuntutan untuk harus bisa atau harus mengerti tentang apa-apa. Karena aku orang yang biasa-biasa saja.”

“Hmmm ….” Si bocah manggut-manggut.

“Menjalani hari-hari yang biasa. Bertemu orang-orang biasa. Bercakap-cakap biasa.”

“Jadi, ‘biasa’ yang kamu maksud itu … ukurannya apa?” Si bocah meraih ranting kecil di belakang bokongnya.

“Biasa … yang membebaskan. Dibandingkan diriku yang sekarang, banyak orang mendeskripsikan aku sebagai kenari, sehingga mereka menganggap aku menguasai hal-hal yang berkaitan dengan kenari. Sementara ….”

“Sementara?” Si bocah mulai menarik garis di tanah, berbentuk kepala ayam.

“Sementara aku tak tahu banyak tentang kenari. Jadi, ketika mereka menyadari bahwa aku tidak paham apa-apa tentang kenari, mereka merasa kecewa dan heran, tidak percaya.” Orang yang berbicara merapikan posisi jongkoknya karena kaki mulai kesemutan.

“Mereka telah melabelimu kenari dan kau risi? Kewalahan? Keberatan? Apa kata yang tepat?”

“Apa pun itu.”

“Lalu?” Bocah itu mulai sampai pada bagian sayap ayam, tetapi dengan cepat dihapus.

“Aku sungguh ingin jadi orang yang biasa-biasa saja. Ketika aku tidak tahu tentang kesemek, tentang salak, tentang jambu, tentang mangga … masyarakat tidak akan heran dan menatap sedih ke diriku, mereka akan maklum … karena aku orang yang biasa-biasa saja.”

“Itu keinginan terbesarmu?” Sayap ayam sudah jadi, si bocah mengamati, hendak menghapus lagi, tetapi tidak jadi.

“Ya. Aku ingin hidupku tidak terjadi apa-apa. Begini saja. Cukup.”

“Bukankah itu membosankan, eh?”

“Tidak. Jika kamu paham maksudku.”

“Ya … baiklah …” si bocah mengerutkan kening lalu menoleh, “makanya kamu sekarang jadi hantu?”

“Hei! Itu mereka yang menyebutkan. Bukan aku.”

Si bocah terkikik sambil menyelesaikan gambar ayamnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo