Selasa, 31 Juli 2018

#s_surat



“Ketika banyak yang menabur kerikil di jalanku,
Aku tidak mempermasalahkannya.
Aku hanya berharap, saat aku tersandung, ada kamu yang menahan tubuhku.
Tak masalah ketika aku tak bisa berenang dan nyaris tenggelam.
Aku harap ada kamu yang sesekali membawaku naik ke permukaan.”
28.02.17 (Ada Kamu)

“Aku takut.
Kukira hal itu bisa jadi pelarianku, benar-benar lari.
Tapi ternyata aku malah tertangkap, dari sudut mana pun aku terkepung.
Jika memang itu salah, aku tak tahu dengan cara apa lagi aku harus sembunyi.
Jika kamu mengenalku nanti, aku harap pahammu bisa memihakku.
Jika kamu mengenalku nanti, tolong bantu sembunyikan aku.
Aku takut.”
25.02.17 (Sembunyikan Aku)

“Sering kali rasa ingin itu muncul.
Aku di dalam ruanganku dan kamu yang juga menutup diri, bisa berkumpul di teras rumah.
Kita membahas banyak hal, terutama perihal pulau yang kutinggalkan dan juga pulau yang kau tinggalkan.
Lalu kita juga membuat sketsa-sketsa, agenda travelling bersama.
Kau juga boleh membawa kameramu.
Bidik aku dengan kesungguhanmu.

Tadinya, itu sekadar inginku.
Sekarang aku sudah bilang.”
22.02.17 (Pulau-Pulau)

“Mencintaimu itu seperti bernapas.
Tidak setiap saat aku perhatikan, tapi selalu terlaksana.
Tidak aku sengaja, tapi terus terjadi.
Dengan begitu, aku mencintaimu atas restu Tuhan.
Tidak mungkin aku coba berhenti, itu berarti aku bunuh diri.
Kamu, menemani aku hidup.”
20.02.17 (Napas)

“Satu koin untuk makanan kita.
Satu koin untuk baju kita.
Satu koin untuk kesehatan kita.
Satu koin untuk rumah kita.
Lalu, satu koin lagi untuk keberuntungan kita.
Gemerincing suara tabung.
Gemerincing masa depan.
Bukan hanya kamu yang bersiap, tapi aku juga.”
16.02.17 (Koin)

“Lewat angin aku belajar menemukan aromamu.
Lewat bulan aku belajar bagaimana mengenal senyumanmu.
Lewat malam aku belajar bahwa letihmu juga membahagiakanmu.
Lalu, lewat pagi aku juga belajar untuk menyapamu dengan sebaik-baiknya.”
08.02.17 (Masih Belajar)

“Berlari
Terus berlari
Tanpa tahu apa yang kutuju
Tanpa tahu apa yang kutinggalkan
Peluh melumuri sekujur tubuh
Kaki tak beralas, tersandung rindu, menginjak ragu
Darah, kaki berdarah, kaki melepuh
Hanya ingin terus begini hingga kamu sanggup menyusulku, berlari di sampingku, menggamit tanganku
Lalu mari seragamkan irama langkah kaki kita
Berlari
Terus berlari.”
05.02.17 (Berlari)

Ditranskrip dari Instagram @ebytabita dalam #s_surat

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo