“Sederhana yang rumit; bertemu dengan orang yang
membuatku mau.”
―Eby Tabita, 2018
Belakangan ini
saya dan Tante kembali membincangkan tentang mau. Hanya tiga
huruf, semua orang tahu maknanya, sederhana. Sebenarnya apa konteks ‘mau’ yang kita maksud?
Hal ini
berkaitan dengan pasangan hidup. Jodoh. Kekasih.
Biasanya kita ditanya oleh sahabat atau kerabat, seperti apa kriteria pasangan
idaman? Nah, daripada menyebutkan satu per satu, kami merangkumnya menjadi
“orang yang membuat saya mau”. Ya,
sosok yang membuat saya mau hidup
selamanya bersama dia. Kedengarannya sederhana dan memang sederhana. Namun, tak
sesederhana itu.
Dalam hal ini,
bukan berarti sosok pria itu harus melakukan berbagai hal untuk membuat saya mau bersamanya. Tidak. Pria itu tidak
perlu melakukan apa pun. Karena saya menilainya dalam diam. Misalnya begini,
saya bertemu seorang pria di warung soto, kami duduk bersebelahan dan sibuk
menikmati soto masing-masing. Tetapi diam-diam, saya berpikir, sepertinya saya mau jika dia mengajak saya hidup
bersama.
Nah, jelas, kan?
Bahkan orang yang sekelebat saya temui saja bisa membuat mau, tanpa orang itu harus pontang-panting melakukan ini itu.
Sepertinya terlihat gampang, tetapi tidak semudah itu.
Mungkin kamu
akan berpikiran, ah, mungkin itu hanya
kagum sesaat, lihatnya saja hanya sekelebat, belum tahu seluruhnya. Itu, kan, hanya salah satu contoh sederhana. Sebenarnya, saya selalu ‘memeriksa’ semua
pria yang pernah saya temui. Apakah saya mau
atau tidak. Ya, memang konyol. Saya ‘memeriksa’ mereka padahal mereka juga
tidak ada yang ‘meminta’ saya. Namun, saya tetap senang melakukannya.
Sederhana. Namun, tidak
sesederhana itu.
*ditulis sambil
mendengarkan Better Together – Jack Johnson
0 komentar:
Posting Komentar