Sabtu, 07 Juli 2018

Monolog Favorit



Ada banyak hal yang bisa digemari atau dinikmati dalam sebuah film utuh. Salah satunya adalah monolog yang ada di dalamnya. Saya sangat suka mendengarkan dan menyaksikan monolog para tokoh film atau drama, apalagi genrenya melodrama. Biasanya, ‘jenis’ monolog yang saya suka itu adalah yang diucapkan dalam hati, bukan yang ngomong-ngomong sendiri.

Kalimat yang bagus, suasana yang syahdu, peristiwa yang cocok dan menarik, audio yang pas, juga pengambilan gambar yang tepat. Klop, sampai ke hati.

Berikut film atau drama yang di dalamnya terdapat monolog yang menjadi favorit saya. Saya sebutkan berdasarkan abjad:

Anthology (Film Korea)

Bagian yang menjadi favorit saya ada di ending pada saat Jin Hyun menuliskan catatan tambahan di buku antologi kelas mereka sampai film benar-benar selesai. Bahkan lagu ost―yang terdapat di akhir―film itu menjadi favorit saya juga.

“Saat itu aku mengerti, dia benar-benar sudah menghilang dari duniaku ini. Aku tidak akan bisa bertemu dia lagi.”

―Shin So Yi

“Kau adalah pelangi di hidupku.

Bukan berarti … aku tidak … menyukaimu.”

―Jin Hyun

Because This is My First Life (Drama Korea)

Rasanya, semua monolog yang dilakukan Nam Se Hee dan Yoon Ji Ho (dalam hati) sangat menarik. Dan saya sangat suka menyaksikannya. Di drama ini, semuanya klop. Pengambilan gambarnya, suara monolognya, dan efek audionya. Perfect!

Contohnya yang ini:

“Kalau dipikir-pikir, aku tidak pernah menjadi striker dalam hidupku. Aku selalu membela diri dan melangkah mundur pada waktu yang tepat. Aku tidak punya keberanian menggiring bola atau pengalaman untuk menghindarinya. Aku hanyalah seorang bek amatir.”

―Ji Ho

Gone Girl (Film Barat)

Saya sangaaat … sangat suka dengan monolog pembuka film ini, yang diucapkan oleh Nick (sebagai suami).

“Saat memikirkan istriku … aku selalu memikirkan kepalanya. Kubayangkan memecah tengkoraknya yang indah, mencopot otaknya, dan mencoba mencari jawaban. Pertanyaan terpenting dalam semua pernikahan, ‘Apa yang kau pikirkan?’ ‘Bagaimana perasaanmu?’ ‘Apa yang kita perbuat kepada satu sama lain?’”

―Nick Dunne

Dan di akhir film adegan itu ditampilkan kembali dengan tambahan satu pertanyaan: “Apa yang akan kita lakukan?”

Selain itu, semua monolog yang dilakukan Amy (sebagai istri) juga sangat bagus. Film yang sangat menarik dan juga cerdas.

Hanya Isyarat - Rectoverso (Film Omnibus Indonesia)

Nah, kalau yang ini benar-benar syahdu. Dalam film Rectoverso, Hanya Isyarat adalah favorit saya. Ceritanya sangat menyentuh, dialognya, suasananya, rasanya, juga monolognya. Sampai ke hati.

“Ada salah satu anggota milis yang kukagumi jalan pikirannya, tulisannya, dan cara dia memandang dunia. Aku merasa nyaman, walaupun aku masih menjadi penonton.”

“Aku jatuh cinta, pada seseorang yang bahkan sampai hari ini pun aku tak tahu warna matanya. Mungkin hijau … mungkin juga cokelat muda.”

“Aku sudah tahu warna matanya. Cokelat muda. Dan itu … sudah lebih dari cukup.”

―Al

Little Forest (Film Korea)

Seperti yang pernah saya bahas di sini. Monolog dalam film sederhana ini juga bagus. Seperti yang ini:

“Jae Ha benar. Aku mengabaikan yang penting

dan menghindari masalah dengan pura-pura bekerja keras.”

―Hae Won

“Untuk Ibu ... sifat, memasak, dan cintanya padaku adalah hutan kecilnya.

Aku juga harus mencari hutan kecilku sendiri.”

―Hae Won

Untuk saat ini yang terpikirkan baru itu, sepertinya banyak film dan drama yang terlupakan. Ke depannya akan saya update lagi. :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo