Sebenarnya saya
tidak tahu lelaki itu sebagai apa di sana, di sebuah tempat makan pinggir
jalan, menyediakan menu ayam dan bebek. Saya datang bersama keluarga, ada yang
pesan ayam ada yang bebek, saya memilih ayam. Awalnya, lelaki lain yang
melayani kami, sampai kemudian datanglah dia. Saya begitu terpana. *ngetik sambil
malu-malu
Dia datang
membantu menyiapkan makanan dan minuman, rupanya tadi dia duduk di samping
‘tenda’. Kami begitu menikmati hidangan itu karena memang enak. Tapi sungguh sayang,
dalam keadaan seperti itu saya cenderung tidak bisa makan dengan nyaman.
Beberapa kali aku melihat ke arahnya, ke punggungnya, sambil berusaha untuk
tidak tersenyum. Tidak lama, lelaki itu lalu kembali ke luar tenda.
Benar, saya
tidak bisa menghabiskan ayamnya. Sungguh kenyang sekali dan benar-benar
canggung dengan suasana itu. Keluargaku hendak membayar dan sedang berurusan
dengan lelaki pertama tadi. Sementara itu, dia mendekatiku dan bertanya, “Itu
ayamnya belum habis, mau dibungkus?”
Saya panik! Dan
karena benar-benar merasa kacau dengan keadaan itu―oh, kalau kau juga introver
yang sedang naksir orang, pasti paham―saya menggeleng, “Tidak usah.”
Ternyata dia
tidak menyerah, lelaki itu berbicara pada keluargaku hingga semua orang bisa
dengar. “Ayamnya belum habis, dibungkus saja ini, ya?” katanya. Dan mereka
menyetujuinya. Saya sempat merasa malu saat itu.
Bisa
dibayangkan, saya saat itu seperti bocah yang terpojokkan karena makan enggak
habis, dan pendapatku diabaikan. Ya, walaupun saya akui apa yang dilakukannya
itu benar, sangat benar. Dan saya merasa dia begitu memesona, seperti pahlawan.
Oh, laki-laki memang seharusnya begitu. :p
Bagaimana kalau kekasihku adalah orang yang memojokkanku
tentang ayam goreng?
PS: kejadian ini
benar-benar sudah lama, tapi saya masih berharap bisa bertemu lagi
dengannya―entah karena keajaiban apa.
0 komentar:
Posting Komentar