Kamis, 16 Agustus 2018

Tentang Mata Minus



Belakangan ini di tempat kerja lagi sering membahas mata minus, dan rasa-rasanya saya yang paling jarang turut sumbang suara.

Sebenarnya bagaimana keadaan mata saya? Ya, saya juga minus, sudah lama, sudah periksa juga. Entah berapa kali, lupa, sejak SMA pokoknya. Sampai bosan rasanya cek mata, dari mulai ukuran minus rendah (di bawah 1) sampai yang terakhir sudah lebih dari 1. Tepatnya saya lupa, mata kiri dan kanan memang berbeda ukuran minusnya (sama seperti ibu saya). Intinya, yang satu 0.75 yang satu sudah 1.25, itu hasil tes terakhir. Seandainya sekarang ini saya cek lagi, hm ... kira-kira minus berapa, ya?

Nah, kalau ibu saya memang sudah berkacamata sejak kecil, tetapi saya lupa sejak beliau sekolah apa. Ukuran minusnya memang tinggi, makanya selalu pakai kacamata, enggak pernah lepas―eh, pernah ding, mandi, tidur, dan salat enggak pakai kok, hehe.

Mempunyai mata yang tidak normal memang banyak ribetnya. Saya tidak membaca sesuatu yang jauh, bahkan belakangan rasanya yang cukup dekat pun sudah buram juga. Naik motor malam hari harus ekstra hati-hati, jadi kecepatan memang lebih lambat daripada saat hari masih terang.

Dikatai sombong. Nah, yang ini agak ruwet nih. Karena tidak bisa jelas melihat wajah orang dari jarak tertentu, jadi saya suka disalahpahami. Kalau orangnya itu akrab dengan saya, saya sudah hafal dia maka walaupun buram saya tetap bisa mengenali dari baju atau postur tubuhnya. Namun, beda lagi urusannya kalau saya dipanggil atau disapa dengan orang yang tidak terlalu akrab. Sedangkan jarak tidak memungkinkan untuk saya bisa melihat wajahnya. Biasanya, saya tetap menoleh ke sumber suara, tetapi ... saya tidak tahu orangnya yang mana atau siapa.

Kalau sudah begitu, saya cuma bisa senyum sekilas sambil terus jalan. Menurut saya, itu situasi yang sangat awkward. Di mana orang itu akan merasa saya sombong atau tidak peduli padanya. Jujur, saya sangat bingung bagaimana harus merespons kalau sudah begitu. Mungkin kamu akan menyarankan; tersenyum saja sambil melambaikan tangan dan berkata ‘hai’. Bagaimana bisa? Ke arah mana saya bersikap seperti itu? Apalagi kalau orang yang memangil itu sedang dalam ada di kerumunan beberapa orang lain.

Respons terhadap panggilan/sapaan ke setiap orang, kan, juga beda-beda. Benar, kan? Cara saya menyapa si A tentu beda dengan ketika menyapa B. Nah, kalau situasinya seperti di atas lalu saya memaksakan membalas sapaan, takutnya salah sasaran, dan orang itu malah jadi bingung “Loh, kok Eby begitu?” Nah kan ... hahaha.

Ada contoh kejadian lain. Saya sedang mengendarai motor dan membonceng adik. Mata saya harus fokus dan tetap waspada (berhati-hati), lalu ada yang membunyikan klakson pada saya sambil menyapa. Tentunya saya tidak memedulikan itu sampai kemudian adik protes. “Mbak, kok gak dijawab sih?”

“Hah, emang siapa?”

“Itu tadi temanmu, Mbak X!”

“Oalaaah ....” Kalau sudah begitu, jika saya berjumpa kembali dengan kawan saya itu, dia menyampaikan rasa sebalnya karena saya tidak membalas sapaannya, dan saya akan menjelaskan kondisi mata saya ini. -___-

Untuk itu, melalui tulisan ini juga, saya memohon maaf kepada teman-teman, kepada seluruh―iya kalau pada baca―yang dulu pernah sapa saya tetapi tidak saya respons dengan baik. Ketahuilah bahwa mata saya ini tidak mendukung kalau melihat jarak jauh.

Beberapa cara yang saya lakukan dalam menghadapi hari-hari; jika mau membaca tulisan yang jauh bisa mengandalkan teman untuk membacakannya, kalau sedang sendiri bisa pakai kamera ponsel, dipotret dulu lalu hasil fotonya di-zoom, kalau saat perkuliahan berlangsung biasanya saya duduk di depan, tetapi kalau kebetulan duduk di belakang saya akan menyontek catatan teman bangku sebelah.

Sebenarnya saya ingin merawat mata saya, pakai kacamata misalnya. Namun selalu urung, harganya muahal-muahal! Nanti kalau sudah bisa beli sendiri saja. Dulu pernah paksa coba pakai kamata minus yang dijual di mal-mal. Tentu harganya murah. Nyaman sih, tetapi enggak betah. Akhirnya lepas lagi.

Ya, apalah daya. Memang belum waktunya pakai kacamata.

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo