Selasa, 14 Agustus 2018

Ternyata Saya Perlu Menikah



Urusan menikah itu memang ribet, benar?

Sering kali saya merasa ragu. Kalau dipikir-pikir, hidup sendiri saja bentuknya begini, bagaimana mau memasukkan satu orang lagi ke hidup saya―selamanya? Bagaimana saya bisa percaya dia? Apakah dengan hidup bersamanya hari-hari saya jadi lebih nyaman atau justru malah lebih repot?*

Dari dulu saya selalu menahan diri ketika berbelanja. Kebiasaan ketika memasuki swalayan, supermarket, atau minimarket selalu mengelilingi setiap sudutnya―walau tidak berencana membeli di bagian itu. Sambil melihat-lihat sambil membayangkan, kalau sudah menikah nanti ... kita bisa berbelanja bersama, memilih ini itu dengan pertimbangan kami berdua, belanja untuk kebutuhan satu bulan penuh. Duh, membayangkannya itu senang sekali~

Saya membayangkan nanti uang penghasilan kami berdua bisa dikelola untuk memenuhi semua kebutuhan, tetapi tetap punya tabungan. Membayangkan, merapikan rumah, menatanya, dan membuat dapur selalu mengepulkan asap. Duh ....

Well, karena keadaan saya yang belum menikah dan memang harus selalu menghemat uang, saya hanya bisa beli hal-hal yang saya butuhkan. Untuk menghibur diri, saya berkata dalam hati, nanti kalau sudah berumah tangga aja deh, baru bisa beli ini itu, menata rumah sendiri dan mengelola semuanya. Hehehe.

Namun, aktivitas belanja, menanam, dan memasak belakangan ini membuat saya menyadari sesuatu; ternyata saya perlu menikah! Ya, sebimbang apa pun saya terhadap ‘dia’, seragu apa pun untuk memasukkan orang lain ke hidup saya, tapi kalau sudah urusan menanam, rumah, memasak, dan belanja, saya selalu memikirkan ‘rumah tangga’.

Pada akhirnya, semoga kami berdua sama-sama saling menjadi yang terbaik. Amin.

*Ya, ya ... saya tahu kemungkinan-kemungkinan apa respons kamu/kalian terhadap hal itu. Tapi kali ini saya sedang ingin mengikuti ego saya dengan pertanyaan-pertanyaan itu. :)

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo