Baca Mengenal Introver (1) di sini.
Ya, kembali lagi
ke urusan introver. Untuk saya, semakin bertambah usia semakin ada perubahan
yang lebih baik. Introver terparah saya terjadi ketika duduk di bangku sekolah
menengah pertama. Dan saya bersyukur bisa sedikit demi sedikit berubah.
Bukannya tidak menerima kondisi diri saya, saya senang mengalami perubahan ini
karena dulu itu saya tersiksa sekali. Pada saat itu, saya adalah korban bully, yang lebih mengarah ke pelecehan,
tetapi saya tidak berani melaporkannya. Saya sangaaat sangat pendiam, dan sama
sekali tidak berani melawan, juga tidak punya banyak teman.
Pada saat SMP
saya merasakan kondisi yang benar-benar ‘tidak terlihat’―jika dibandingkan
dengan tingkatan pendidikan lainnya. Saya jadi siswa yang benar-benar biasa.
Beda dengan pada saat saya SMA, apalagi di perkuliahan. Seperti yang sudah saya
bilang, saya mengalami perubahan baik.
Saya bersyukur,
diri saya yang sekarang sudah tidak separah yang dulu, dan saya sangat
mencintai diri saya. Saya menerima keadaan ini, anugerah ini.
Namun, seiring
bertambahnya usia―bertambah dewasa―ada tuntutan baru yang lebih (serius) dalam
lingkungan sosial. Dan hal ini kembali menjadi permasalahan dalam hidup saya.
Kedua orang tua saya ekstrover, banyak yang mengenal mereka, teman ada di
mana-mana. Mereka adalah orang yang sangat-sangat terbuka, bersahabat, supel,
atau apa pun itu sebutannya. Untuk itu saya menyatakan bahwa saya tidak tahan
berada di kampung halaman―rumah―dalam kurun waktu yang lama.
Kenapa? Tuntutan
keadaan. Orang tua ekstrover, sangat bertolak belakang dengan saya. Saya
dituntut untuk bisa seperti mereka dalam menghadapi lingkungan masyarakat,
semacam menjaga citra keluarga untuk meminimalisir tanggapan “masak orang
tuanya begitu, anaknya begitu?” Oh, masyarakat ... saya sangat ingin tidak
peduli dengan omonganmu, tetapi dituntut untuk tidak seperti itu.
Nah, untuk itu
saya lebih baik pergi dari rumah―salah satu alasan merantau. Saya memang tidak
pernah tahan berlama-lama di rumah, paling lama satu bulan, cukup. Saya merasa
lebih nyaman tinggal di lingkuangan baru yang tidak kenal siapa-siapa atau
hanya sebatas kenal saja, itu lebih baik. Akan lebih bagus lagi kalau
lingkungannya memang tidak terlalu saling peduli, misal di beberapa bagian Kota
Jakarta. Namun, bukan berarti tidak menyetujui tentang hubungan sosial bahwa
manusia saling membutuhkan satu sama lain.
Dampak yang
ditimbulkan akibat saya merantau yaitu saya tentu jadi lebih mandiri, terbiasa
melakukan apa pun sendiri karena dituntut untuk bisa banyak hal. Memang tidak
semua bisa, tetapi jika memang itu harus saya lakukan, maka akan saya lakukan.
Justru kalau ada orang lain maka saya akan mengandalkan dia.
0 komentar:
Posting Komentar