Jumat, 10 Agustus 2018

Tulus Berteman



Dua orang perempuan baru saja keluar dari sebuah minimarket. Yang satunya masih bocah. Mereka berjalan bergandengan sambil menikmati es krim masing-masing.

“Tumben kamu traktir aku es krim?” tanya si bocah dengan pandangan curiga.

“Ya, kan daripada kita duduk jongkok mulu, kamu terus-terusan menggambar ayam yang gitu-gitu aja ...,” selorohku.

“Yang-gitu-gitu-aja?” si bocah tampak tak terima.


“Benar, kan?”

Si bocah bersungut-sungut.

“Hei, jangan cemberut, aku kan ingin berteman dengan tulus sama kamu.”

“Aaah ... lagi-lagi aku mendengar kata itu. Rasa-rasanya sudah banyak kali kamu menyebut ‘tulus’ hari ini.” Si bocah menjilat lelehan es krim di tangannya.

“Ya, em, ya, karena memang aku ingin tulus.”

“Kamu ingin tulus berteman denganku?”

“YA!”

“Aku pun begitu, Sobat.”

“E, tapi ... ada saja orang-orang yang tidak paham dengan sikapku.”

“Ada apa, eh?”

Saya menjilati dulu es krim cokelat beberapa kali, “Aku bingung dengan cara bersosial, cara merajut hubungan dengan orang lain. Apa perlu dari awal berkenalan kita harus menyepakati apa hubungan kita, berteman, bersahabat, berkawan, berkeluarga, kekasih, atau sebatas kenal saja, oh well ... itu lucu sekali. Tapi kalau tidak begitu, khawatirnya pihak dia merasa salah paham atas apa yang kulakukan, atas semua sikap-sikapku.”

“Pasti dia laki-laki!” Si bocah berkata dengan mantap.

“Ternyata kamu paham.”

Lalu kami saling diam, menjilati es krim masing-masing sambil jongkok, dan si bocah diam-diam jelalatan mencari ranting.

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo