Di sebuah toko buku
yang siang itu cukup lengang, saya sibuk menghampiri rak demi rak. Menyapukan
pandangan pada seluruh deretan buku tanpa terkecuali. Saya memang sedang serius
mencari sebuah novel terjemahan.
Kemudian ketika
saya sampai di sebuah sudut rak, langkah saya terhenti dan tidak bisa lewat. Di
sana ada seorang pria sedang memandangi sebuah buku yang dipegangnya dengan
serius, sambil duduk jongkok menghalangi jalan. Padahal rak di belakangnya
belum saya periksa.
Kemudian saya
teringat sesuatu. Ya, itu pria yang tadi. Begini ceritanya, sewaktu masih di
area parkir dan belum masuk ke dalam toko buku, saya singgah untuk membeli dan
minum teh yang gerobaknya tepat ada di sebelah tempat penitipan tas. Waktu saya
sedang asyik meneguk teh, serang pria baru datang dan menghampiri tempat
penitipan tas. Pria itu adalah pria yang kini duduk jongkok dan menghalangi
jalan saya.
Saya memutuskan
untuk berdiri lebih lama di rak terdekat―yang sebenarnya sudah saya
periksa―seraya membuka-buka beberapa buku yang ada di sana. Menunggu pria itu
bergeser, berdiri, atau bahkan kalau perlu pindah ke rak yang lain. Tapi
tampaknya pria itu memang sedang sangat asyik.
Saat itu saya
sedang menimang-nimang sebuah novel―saya lupa judulnya apa karena memang tidak
tertarik, hanya biar ada aktivitas saja sambil menunggu pria itu―menghadap ke
rak. Tiba-tiba ada sebuah lengan yang melewati depan kepalaku, saya sedikit
terkejut. Ternyata lengan itu tadi hanya menaruh dan mengambil buku lain di rak
teratas di hadapan saya.
Dan saya tertegun,
membaca huruf yang tertera jelas di punggung buku itu. “L?” gumam saya dalam
hati. Saya tidak sempat membaca tulisan lain yang lebih kecil, satu huruf L
dengan font yang meliuk-liuk itu
sudah menjelaskan tentang dirinya. Kau juga tahu L, kan? Ya, yang di Death
Note. Saya menoleh ke
kiri, mendapati pria itu sudah berdiri sekitar satu setengah meter jaraknya
dariku. Dia sedang mencermati salah satu buku yang juga tertulis huruf L besar
di sampulnya. Jadi buku itu
yang dibacanya dari tadi?
Tanpa sadar saya
jadi mengamati pria itu. Tampilannya sangat sederhana, memakai sandal jepit,
celana gombrang, memakai hoodie tipis
dan menutup kepala dengan tudungnya. Pinggiran ujung
bawah hoodienya sudah keriting, sekilas pakaiannya lebih pas
disebut lusuh daripada sederhana. Badannya tinggi dan kurus. Apa mungkin dia salah satu kutu buku yang
ada di dunia ini? Oh yeah… tidak semua kutu buku berpenampilan seperti itu.
Atau jangan-jangan… dia L? Ya, yang terakhir itu saya ngawur.
Saya lanjut
berpikir, kenapa pria itu menyukai L? Apakah dirinya berpikir mirip L sehingga
dia merasakan kedekatan karena ternyata ada tokoh yang menyerupai dirinya di
dunia ini? Atau sebenarnya dia maniak L sehingga dia merubah penampilan dan
gaya hidupnya karena kecanduan L? Atau… sebenarnya dia biasa-biasa saja, hanya
pikiran saya yang lebay? Ya, yang terakhir tampak lebih meyakinkan, berhubung
saya tidak punya bukti apa pun untuk menuduhnya macam-macam.
Omong-omong, pria
itu kan sudah berdiri, saya jadi bisa melewati sisi sudut rak itu. Saya sudah
tidak menghiraukan pria itu lagi, kembali sibuk mencari satu novel yang saya
inginkan. Hingga akhirnya
saya lelah dan memutuskan bertanya pada mas-mas pekerja di sana saja. Dengan
segera mas itu menghilang lalu muncul kembali tanpa membawa apa-apa hanya menyampaikan
pesan berupa “Maaf, buku yang Mbak cari stoknya kosong.”
Seketika saya
merasa ditipu oleh komputer “mesin pencari” buku. Saya sadar diri bahwa buku
yang saya cari itu terbitan lama, maka di awal saya sudah memeriksa
ketersediannya dulu. Dan komputer tadi mengatakan bahwa buku itu ada di toko
buku ini. Baiklah, setidaknya saya lebih terhibur dengan tiga buku lain―yang tak
kalah hebatnya―yang saya dapatkan.
0 komentar:
Posting Komentar