Jumat, 23 Maret 2018

Pria yang Mungkin L



Di sebuah toko buku yang siang itu cukup lengang, saya sibuk menghampiri rak demi rak. Menyapukan pandangan pada seluruh deretan buku tanpa terkecuali. Saya memang sedang serius mencari sebuah novel terjemahan.

Kemudian ketika saya sampai di sebuah sudut rak, langkah saya terhenti dan tidak bisa lewat. Di sana ada seorang pria sedang memandangi sebuah buku yang dipegangnya dengan serius, sambil duduk jongkok menghalangi jalan. Padahal rak di belakangnya belum saya periksa.




Kemudian saya teringat sesuatu. Ya, itu pria yang tadi. Begini ceritanya, sewaktu masih di area parkir dan belum masuk ke dalam toko buku, saya singgah untuk membeli dan minum teh yang gerobaknya tepat ada di sebelah tempat penitipan tas. Waktu saya sedang asyik meneguk teh, serang pria baru datang dan menghampiri tempat penitipan tas. Pria itu adalah pria yang kini duduk jongkok dan menghalangi jalan saya.

Saya memutuskan untuk berdiri lebih lama di rak terdekat―yang sebenarnya sudah saya periksa―seraya membuka-buka beberapa buku yang ada di sana. Menunggu pria itu bergeser, berdiri, atau bahkan kalau perlu pindah ke rak yang lain. Tapi tampaknya pria itu memang sedang sangat asyik.

Saat itu saya sedang menimang-nimang sebuah novel―saya lupa judulnya apa karena memang tidak tertarik, hanya biar ada aktivitas saja sambil menunggu pria itu―menghadap ke rak. Tiba-tiba ada sebuah lengan yang melewati depan kepalaku, saya sedikit terkejut. Ternyata lengan itu tadi hanya menaruh dan mengambil buku lain di rak teratas di hadapan saya.

Dan saya tertegun, membaca huruf yang tertera jelas di punggung buku itu. “L?” gumam saya dalam hati. Saya tidak sempat membaca tulisan lain yang lebih kecil, satu huruf L dengan font yang meliuk-liuk itu sudah menjelaskan tentang dirinya. Kau juga tahu L, kan? Ya, yang di Death Note. Saya menoleh ke kiri, mendapati pria itu sudah berdiri sekitar satu setengah meter jaraknya dariku. Dia sedang mencermati salah satu buku yang juga tertulis huruf L besar di sampulnya. Jadi buku itu yang dibacanya dari tadi?

Tanpa sadar saya jadi mengamati pria itu. Tampilannya sangat sederhana, memakai sandal jepit, celana gombrang, memakai hoodie tipis dan menutup kepala dengan tudungnya. Pinggiran ujung bawah hoodienya sudah keriting, sekilas pakaiannya lebih pas disebut lusuh daripada sederhana. Badannya tinggi dan kurus. Apa mungkin dia salah satu kutu buku yang ada di dunia ini? Oh yeah… tidak semua kutu buku berpenampilan seperti itu. Atau jangan-jangan… dia L? Ya, yang terakhir itu saya ngawur.

Saya lanjut berpikir, kenapa pria itu menyukai L? Apakah dirinya berpikir mirip L sehingga dia merasakan kedekatan karena ternyata ada tokoh yang menyerupai dirinya di dunia ini? Atau sebenarnya dia maniak L sehingga dia merubah penampilan dan gaya hidupnya karena kecanduan L? Atau… sebenarnya dia biasa-biasa saja, hanya pikiran saya yang lebay? Ya, yang terakhir tampak lebih meyakinkan, berhubung saya tidak punya bukti apa pun untuk menuduhnya macam-macam.

Omong-omong, pria itu kan sudah berdiri, saya jadi bisa melewati sisi sudut rak itu. Saya sudah tidak menghiraukan pria itu lagi, kembali sibuk mencari satu novel yang saya inginkan. Hingga akhirnya saya lelah dan memutuskan bertanya pada mas-mas pekerja di sana saja. Dengan segera mas itu menghilang lalu muncul kembali tanpa membawa apa-apa hanya menyampaikan pesan berupa “Maaf, buku yang Mbak cari stoknya kosong.”

Seketika saya merasa ditipu oleh komputer “mesin pencari” buku. Saya sadar diri bahwa buku yang saya cari itu terbitan lama, maka di awal saya sudah memeriksa ketersediannya dulu. Dan komputer tadi mengatakan bahwa buku itu ada di toko buku ini. Baiklah, setidaknya saya lebih terhibur dengan tiga buku lain―yang tak kalah hebatnya―yang saya dapatkan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo