Sebenarnya saya tidak begitu mengikuti percakapan
malam itu. Saya sedang fokus membaca suatu tulisan di handphone. Namun tiba-tiba pendengaran saya menangkap sesuatu yang
menggelitik, lalu kemudian saya ikut tertawa bersama mereka.
“Aku iki ibarate distributor ngunu lo!” ujar
Amir―bukan nama sebenarnya―sepupu saya yang masih SMP.
Kemudian saya fokus menyimak apa penyebab dia
menganggap dirinya distributor. Jadi, malam itu tante-tante, om dan sepupu saya
sedang mengobrolkan sesuatu. Amir saat itu bercerita dengan asyik tentang
info-info yang didapatkannya. Entah dari temannya, tetangganya atau gurunya.
Namun sang ibu (tante saya) tidak terlalu suka jika
anaknya itu membicarakan hal-hal yang belum pasti kebenarannya. Khawatir jika
informasi tersebut hanyalah hoaks dan dirinya sebagai penyebar berita akan
disalahkan.
Namun, nyatanya dia memang mendapatkan informasi
dari orang lain lalu menceritakannya kembali dengan menyelipkan kata “katanya”.
Jadi menurut saya, dia tidak sepenuhnya salah. Apalagi Amir termasuk anak yang
suka bercerita, apa yang diketahuinya akan ia ceritakan kembali pada
orang-orang terdekatnya.
“Aku iki dudu produsen!” serunya dengan gemas. Pasti
batinnya sedang misuh-misuh, orang-orang
dewasa ini tidak ada yang paham! Dan kami makin terpingkal-pingkal
dibuatnya.
“Kan aku wis ngomong ‘jarene’, berarti yo soko wong
liyo. Kan ‘jarene’ jarang benere…,” elaknya. Dan kami masih menganggap itu
lucu.
….
Apa pelajaran sederhana dari kisah ini? Sebaiknya
kita cermati dulu informasi yang sampai di telinga kita sebelum turut
menyebarluaskannya. Chrosscheck lagi
kebenarannya, jangan sampai kita dianggap pembohong karena menyebarkan
berita-berita hoaks. Namun, menyampaikan apa yang sangat ingin kita utarakan
tentu juga baik, asalkan tepat “tempatnya”.
0 komentar:
Posting Komentar