Sabtu, 31 Maret 2018

Obatnya: Jangan Panik!


Ada berbagai pilihan bagaimana kita menyikapi apa yang hadir atau apa yang terjadi di hidup kita. Ketika sakit, misalnya. Saya termasuk orang yang sangat jarang sariawan, seingat saya, dalam hidup baru dua kali mengalaminya. Pertama sewaktu kuliah dan yang terakhir beberapa minggu yang lalu, saat-saat saya makan mie ayam terenak se-Indonesia.

Karena termasuk jarang merasakan sariawan, saya merasa kejadian itu sangat mengganggu sekaligus aneh, karena jarang merasakan. Dan ini bukan main-main, tidak hanya satu… jumlahnya lima titik sariawan, di mulut saya! Bicara sakit, sikat gigi sakit, makan sakit…. Mengganggu sekali.

Sebagai manusia, saya dikaruniai kemampuan untuk berpikir. Juga kebebasan serta kemampuan untuk memilih bagaimana menjalani hidup saya. Pada saat sariawan, saya bisa memilih untuk merasa terganggu, marah-marah, kesal, dan terus-terusan mengeluh. Pun saya juga bisa memilih untuk santai saja, tetap berpikir positif, dan terus merasa gembira, kalau perlu malah menertawakannya. Dan jelas, saya memilih yang kedua.

Berhari-hari saya merasa tidak nyaman dengan sariawan-sariawan itu, namun saya tetap enjoy dan terus beraktivitas seperti biasa, seolah-olah mulut saya baik-baik saja. Rasanya memang sangat pedih, apalagi saat mengunyah makanan, namun saya tetap berpikir positif bahwa sakit ini akan berlalu. Pada akhirnya sariawan ini akan usai. Abaikan saja.

Benar saja, empat hari kemudian saya terkejut ketika tiba-tiba merasa ada yang berubah. Ya! Sariawan saya hilang! Berkali-kali saya mengecek di depan cermin, dan bintik-bintik mengerikan itu memang sudah lenyap, tak berbekas. Bagaimana bisa? Saya terheran-heran. Lalu memonyong-monyongkan mulut dengan aneka gaya untuk memastikan lagi apakah benar-benar sudah tidak sakit. Hei! Memang tidak sakit. Saya jadi pengin peluk Tuhan.

….

Sama dengan sariawan, seminggu yang lalu saya mengalami nyeri di punggung, sangaaat sakit dan juga sangaaat mengganggu. Saya menyadarinya pun tiba-tiba, pada saat sedang beraktivitas seperti biasa, saya merasa seperti ada yang salah di tubuh saya. Lalu saya bergerak-gerak, oh yeah… punggung saya nyeriii sekali. Di area punggung―ingat punggung, bukan pinggang―sebelah kanan hingga ke bahu dan leher, bahkan rasanya menembus hingga ke dada. Awalnya saya merasa panik, heran… kenapa badan saya tiba-tiba begini?

Mau berdiri sakit, duduk sakit, geser sedikit sakit, menoleh sakit, menunduk sakit, baring sakit, apa-apa sakit. Gerakan saya jadi serba “anggun”, tidak bisa pecicilan lagi. Ini tidak bisa dibiarkan, pikir saya waktu itu. Karena sama sekali tidak memiliki buku bertema kesehatan, saya menelusuri Google untuk mencari pencerahan. Lalu saya menyimpulkan bahwa nyeri punggung saya ini diakibatkan gaya hidup saya yang kurang baik. Seperti posisi tidur dan duduk yang salah.

Saya bisa berjam-jam duduk di depan laptop, dan karena belum punya meja, maka posisi duduk saya serampangan, aneka gaya, meliuk ke sana-sini apalagi saya memang sering duduk dengan punggung yang membungkuk. Itu kesalahannya.

Penyembuhannya? Artikel-artikel di Google menawarkan mulai dari mengonsumsi obat-obatan sampai yang alami. Karena rasa nyeri ini sangat mengganggu aktivitas saya, sempat berpikir untuk minum parasetamol saja. Dengan alasan biar cepat sembuhnya. Tapi saya urungkan begitu melihat cara menyembuhkan secara alami. Dari beberapa poin yang disarankan, saya memilih dua di antaranya. Pertama, sakit punggung ini bisa disembuhkan dengan cara: jangan panik/berpikir positif.

Beberapa aritikel yang saya baca sama-sama menyebutkan “jangan panik”/”berpikir positif” sebagai salah satu cara penyembuhan nyeri punggung. Maksudnya adalah tidak perlu panik terhadap rasa sakit itu, panik atau cemas berlebihan―kata lainnya… lebay―malah membuat sakit tidak kunjung sembuh. Usahakan terus berpikir positif agar tidak stres karena bisa membuat badan serta pikiran jadi rileks, untuk kemudian bisa mengurangi ketegangan otot-otot yang sedang sakit.

Yang kedua: tetap bergerak. Mungkin ada yang berpikir untuk istirahat total saja, menghabiskan hari dengan rebahan di kasur. Tadinya saya juga berpikir begitu. Namun penjelasan di artikel itu masuk akal juga, saya harus tetap bergerak. Saya beraktivitas seperti biasa tapi dengan posisi yang benar. Sesekali juga melakukan peregangan-peregangan tubuh, yang ibaratnya sedang melakukan terapi pemulihan.

Nah, setelah saya melakukan dua hal itu: jangan panik dan tetap bergerak, lalu… bum! Dua hari kemudian nyerinya hilang! Untuk memastikannya saya sampai harus kayang lalu salto-salto ceria―Anda percaya ini?―memelintir-melintirkan dan meliuk-liukkan badan serta mencoba posisi aneka gaya. Benar, sudah tidak sakit. Saya bahagia sekali. Pengin peluk Tuhan lagi.

See? Saya memilih untuk tetap menjalani hari seperti biasa―walau tidak optimal seperti saat normal―daripada mengeluh dan mengaduh yang hanya bisa rebahan berhari-hari. Tuhan memberikan kejutan berupa kesembuhan yang tak diduga-duga. Lagi pula, saya mendapatkan pelajaran penting dari sariawan dan nyeri punggung ini, pelajaran tentang syukur.

Ketika sariawan menyerang, saya kemudian sadar bahwa betapa nikmatnya hari-hari normal di mana saya bisa makan dengan nyaman dan berbicara dengan bebas. Hal yang tidak saya sadari ketika sehat. Begitu pun dengan punggung, ketika nyeri baru saya berpikir alangkah nikmatnya ketika badan saya baik-baik saja. Lagi-lagi… hal yang tidak saya sadari ketika sehat.

Dan hal-hal yang tampaknya sederhana bahkan sepele―sehingga terabaikan―itulah yang harus saya syukuri. Kenikmatan luar biasa yang diberikan Tuhan pada kita adalah kesehatan, yang sering kali terabaikan dan baru sadar ketika sudah sakit.

Terima kasih, Tuhan….


NB: Lalu saya percaya bahwa sakit apa pun itu, jangan panik dan tetap berpikir positif, berdoa dan tetap bersyukur. Itulah beberapa hal yang menjadi obat terpenting.

0 komentar:

Posting Komentar

 
©Suzanne Woolcott sw3740 Tema diseñado por: compartidisimo